EBOOK KURIKULUM KTSP 2006, TERBITAN TAHUN 2008-2009

JUMLAH BUKU DALAM DVD-BSE: 1119 DARI 1331 (YANG TELAH DIUPLOAD DI WEBSITE KEMDIKBUD).

Dapatkan DVD-BSE dengan harga Terjangkau di DVD-BSE WEBSITE. Lebih praktis, Lebih hemat biaya, tidak susah-susah Download di internet. DAN PASTI PUAS. Berminat?? Klik di DVD-BSE atau Hubungi 081338153217

Dan Dapatkan Pula DVD BSE Kurikulum 2013 sebagai bonus pembelian DVD BSE paket Komplit.

Cari Blog Ini

Mencari Solusi Pengadaan Buku Pendidikan


Upaya  penyediaan  buku  pendidikan  yang  bermutu  dengan  harga terjangkau  bagi  seluruh  pelajar  di  negara  sebesar  Indonesia  merupakan usaha besar dan rumit. Terlebih lagi, penduduknya yang diperkirakan oleh GeoHive  pada  6  November  2009  mencapai  241  juta  dan  tersebar  di  pulau-pulau  besar  dan  kecil  membuat  upaya  distribusi  menemui  banyak kendala.    Dibandingkan  negara-negara  lain,  Indonesia  termasuk  negara dengan  penduduk  amat  besar,  yaitu  pada  urutan  keempat  di  dunia, setelah Republik Rakyat Cina, India, dan Amerika Serikat (GeoHive, n.d.). Jumlah penduduk yang besar tersebut mendiami kira-kira enam ribu dari 17.508 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.


Realitas ini apabila dikaitkan dengan konteks pendidikan  bermutu  yang menjadi hajat  setiap  bangsa  untuk meningkatkan  mutu  sumber  daya  manusia  bangsa  tersebut.  Tak terkecuali,  bangsa  Indonesia  sebagai  negara  yang  sejak  berdirinya memiliki  perhatian  yang  sangat  besar  terhadap  pendidikan  untuk  terus-menerus  meningkatkan  mutu  pendidikannya.  Pendidikan  yang  bermutu harus  didukung  oleh  pelbagai  faktor  yang  juga  bermutu.  Salah  satunya adalah buku ajar dan buku teks pelajaran.

Bahan Ajar dan Buku Teks
Bahan  ajar  selalu  diperlukan  dalam  berbagai  aktivitas pembelajaran,  baik  dalam  konteks  pembelajar  memberikan  pengalaman belajar  kepada  pebelajar  maupun  dalam  konteks  pebelajar  menjalani pengalaman belajar ( learning experience ).  Dalam pandangan Tomlinson, istilah  bahan  ajar  bahasa  (language-learning  materials)  digunakan  untuk segala  sesuatu  yang  digunakan  oleh  para  guru  dan  pebelajar  untuk terjadinya pembelajaran bahasa, dari yang paling sederhana sampai yang paling canggih. Dengan demikian, bahan ajar dapat berwujud kaset, video, CD-ROM, kamus, buku tata bahasa, kumpulan bahan bacaan, buku-kerja, atau  bahan-bahan  latihan  fotokopian.  Di  samping  itu,  bahan  ajar  juga dapat  berupa  surat  kabar,  kemasan  makanan,  foto,  ujaran  langsung pembicara  yang  diundang,  arahan  yang  diberikan  guru,  ujaran  yang tertulis  pada  kartu  atau  diskusi  antarpebelajar  (Tomlinson  1998,  p.  2).

Dalam  sumber  lain  juga  disebutkan  bahwa  definisi  tersebut  termasuk mencakupi bahan-bahan yang terdapat di internet (Tomlinson 2003c). Pandangan  McGrath,  meski  tak  sama  persis,  senada  dengan pandangan  di  atas.  Bedanya,  McGrath  mendefinisikan  bahan  ajar  dalam dua cakupan. Secara umum, bahan ajar meliputi apa saja yang digunakan untuk  pembelajaran,  termasuk  pensil,  kursi,  atau  tas.  Namun,  ia  tidak menggunakan definisi umum tersebut untuk membahas bahan ajar secara teknis karena definisi itu akan bersentuhan dengan media pembelajaran.
Oleh  karena  itu,  ia  membatasi  pengertian  teknis  bahan  ajar  hanya  pada bahan-bahan yang mengandungi teks, yang dapat meliputi: (1) teks yang secara  khusus  dipersiapkan  untuk  pembelajaran  bahasa  (seperti  buku teks,  lembar  kerja,  dan  perangkat  lunak  komputer);  (2)  bahan-bahan otentik (seperti rekaman  off-air  dan artikel surat kabar) yang dipilih khusus dan dipergunakan untuk tujuan pembelajaran; (3) bahan ajar tulisan guru atau dosen; dan (4) bahan-bahan buatan murid atau mahasiswa (McGrath 2003, p.7).
Salah  satu  bahan  ajar  yang  amat  populer  di  Indonesia  adalah buku  teks  ( textbook )  atau  buku  pelajaran  ( course  book ).  Kedua  istilah berbahasa  Indonesia  tersebut  sering  disatukan  menjadi  buku  teks pelajaran.  Cunningsworth  seperti  dikutip  oleh  Richards  (2001,  p.  251) membuat rangkuman yang terdiri atas enam peran yang dimiliki buku teks pelajaran  dalam  pengajaran  bahasa  ( language  teaching ),  yaitu  sebagai: (1)  sumber  sajian  bahan  (lisan  dan  tulisan);  (2)  sumber  kegiatan  praktik pebelajar  dan  interaksi  komunikatif;  (3)  sumber  rujukan  bagi  pebelajar mengenai  tata  bahasa,  kosa  kata,  lafal,  dan  sebagainya;  (4)  sumber stimulasi  dan  gagasan  untuk  kegiatan  kelas;  (5)  silabus  (khususnya  jika buku  pelajaran  mencerminkan  tujuan-tujuan  pembelajaran  yang  telah
ditentukan); dan (6) bantuan bagi guru yang belum berpengalaman tetapi telah berani mengajar (Cunningsworth 1995, p. 7).  Pemerintah  mengeluarkan  aturan  mengenai  pembuatan, pejaminan  mutu,  distribusi,  pemilihan,  dan  pemanfaatan  buku  melalui Peraturan  Meteri  Pendidikan  Nasional  (Permendiknas)  Nomor  2  Tahun 2009. Pasal 1 Permendiknas tersebut menyebutkan empat  kategori buku yang  digunakan  di  lembaga-lembaga  pendidikan,  yaitu:  buku  teks,  buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku referensi.
Empat jenis buku pendukung  pendidikan  tersebut  didefinisikan  sebagai  berikut.  Buku  teks didefinisan  sebagai  buku  acuan  wajib  yang  digunakan  di  satuan pendidikan  dasar  dan  menengah  atau  perguruan  tinggi  yang  memuat materi  pembelajaran  dalam  rangka  peningkatan  keimanan,  ketakwaan, akhlak  mulia,  dan  kepribadian,  penguasaan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi,  peningkatan  kepekaan  dan  kemampuan  estetis,  peningkatan kemampuan kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional  pendidikan.”  Buku  panduan  pendidik  didefinisikan  sebagai “…buku  yang  memuat  prinsip,  prosedur,  deskripsi  materi  pokok,  dan model  pembelajaran  untuk  digunakan  oleh  para  pendidik.”  Buku pengayaan didefinisikan sebagai “…buku yang memuat materi yang dapat memperkaya  buku  teks  pendidikan  dasar,menengah  dan  perguruan tinggi.”  Buku  referensi  didefinisikan  sebagai  “…buku  yang  isi  dan penyajiannya  dapat  digunakan  untuk  memperoleh  informasi  tentang  ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya secara dalam dan luas.”

 Penilaian Buku Teks
Tujuan penilaian buku teks adalah untuk memastikan bahwa buku-buku  teks  yang  akan  digunakan  di  sekolah-sekolah  benar-benar  layak pakai  dan  memenuhi  standar  nasional.  Seperti  disebutkan  pada  Permen 2/2008,  Depdiknas,  departemen  yang  menangani  urusan  keagamaan, pemerintah  daerah,  dan/atau  masyarakat  berupaya  menjamin ketersediaan  buku  teks  yang  bermutu  yang  memenuhi  standar  nasional dan kebutuhan pendidik dan peserta didik (Depdiknas, 2008b, Pasal 1 dan  Pasal  3  [1]).  Dalam  kaitan  tersebut,  kelayakan  buku  dinilai  berdasarkan empat aspek pokok, yaitu: isi, metodologi, kebahasaan, dan desain grafis.  Penilaian  seberapa  jauh  sekolah  memenuhi  standar  buku dilaksanakan  sebagai  bagian  dari  akreditasi  sekolah  oleh  Badan Akraditasi  Sekolah  (BAS)  yang  ada  di  kabupaten/kota  dan  menjalankan akreditasi sekolah secara berkala dengan instrument standar nasional.
Amat  dapat  dimengerti  bahwa  di  sekolah  perlu  ada  proses pemilihan  buku  meskipun  buku-buku  teks  telah  dinilai  oleh  BSNP. Penilaian  yang  dilakukan  oleh  BSNP  hanya  untuk  menilai  apakah  suatu buku  layak  berdasarkan  standar  nasional.  Pihak  sekolah  dan  komite sekolah  masih  perlu  memilih  mana  yang  paling  cocok.  Berdasarkan  (1) kesesuaian  tingkat  kesulitan  bahan  ajar  dengan  kapasitas  intelektual murid;  (2)  kesesuaian  metodologi  dengan  kemampuan  murid;  (3) kesesuaian aspek kebahasaan dengan kemampuan  membaca  murid; (4)
kesesuaian isi dengan keperluan pengayaan pengetahuan bagi murid; (5) kesesuaian wujud dan penampilan fisik buku dengan konteks penggunaan oleh  murid;  dan  (6)  kesesuaian  isi,  kegiatan,  dan  ilustrasi  dengan lingkungan sosial dan budaya murid.
Imbas Kebijakan Dalam Pengadaan Buku
Sebagai  imbas  gelombang  perjanjian  perdagangan  bebas  ASEAN (AFTA)  dan  persiapan  menuju  perdagangan  bebas  dunia  (GATT/WTO), pemerintah  mengurangi  peran  dalam  penyediaan  barang  dan  jasa, termasuk  dalam  pengadaan  buku,  dan  meningkatkan  peran  swasta. Menurut Daniel Fernandez (Fernandez dkk, 2011) peralihan yang cepat pengadaan buku dari yang semula oleh pemerintah menjadi  oleh  swasta  telah  menimbulkan  kekisruhan  dalam  produksi  dan distribusi  buku  teks.  Kekisruhan  tersebut  ditandai  oleh  tingginya  harga buku  karena  tingginya  permintaan  tidak  sesuai  dengan  kemampuan pemasokan  dan  distribusi  yang  hanya  mencakupi  wilayah-wilayah  yang mudah  dijangkau  oleh  wiraniaga.  Di  samping  itu,  buku-buku  yang disediakan  tidak  mencakupi  seluruh  jenis  buku  yang  diperlukan;  para penerbit  swasta  cenderung  menerbitkan  buku  pada  jenjang  tertentu  dan pada  topik-topik  tertentu  karena  alasan  bisnis.  Kenyataan  lain  yang didapati  pada  masa  itu  adalah  bahwa,  karena  belum  adanya  sistem penjaminan  mutu  buku,  para  pelajar  terpaksa  menggunakan  buku-buku yang mutunya belum diketahui.
Pengadaan buku sebagai kebutuhan elementer dalam prakteknya kerap kali terjadi penyimpangan, hal ini dilakukan oleh banyak pihak seperti penerbit, dinas pendidikan, kepala daerah bahkan politisi mengambil keuntungan dari bisnis ini. Menurut catatan Bank Dunia indikasi penyimpangan dalam proyek pengadaan buku diperkirakan mencapai USS 43 juta. Bayangkan, berapa total nilai proyek dalam pengadaan buku jika nilai penyimpangannya saja sudah mencapai angka tersebut.
Selama ini kebijakan buku pelajaran sangat dipengaruhi oleh dimensi politik dan ekonomi. Pada era orde baru, pemenuhan buku pelajaran ditanggung pemerintah dan berlaku turun temurun, namun hal itu dilakukan karena adanya kepentingan hegemoni dan indoktrinasi pemerintah terhadap masyarakat. Pengadaan buku pelajaran menjadi hak monopoli pemerintah bekerjasama dengan Balai Pustaka.
Tabel. Kebijakan Perbukuan di Indonesia

Periode Pengelolaan Dasar Hukum
Isi Buku Pengadaan/Distribusi
> 1990 Ditentukan Pemerintah PN. Balai Pustaka
1993 – 1999 Depdiknas (Proyek Bank Dunia) Penerbit yang lolos seleksi
1999 – 2005 Pusbuk Penerbit yang bukunya dinilai layak -
2005 < BSNP Penerbit yang bukunya dinilai layak Permen 02/2008PP 19/2005

Pola pengelolaan buku berganti memasuki tahun 90-an, monopoli Balai Pustaka dihapus dan tata niaga buku diserahkan kepada mekanisme pasar untuk mendorong adanya kompetisi yang adil bagi para penerbit melalui tender. Sumber pendanaan dilakukan pemerintah melalui utang kepada Bank Dunia.
Reformasi perbukuan nasional dan program buku sekolah nasional dijalankan oleh Pemerintah RI untuk menanggulangi kekisruhan tersebut. Selain  itu,  reformasi  perbukuan  tersebut  juga  untuk  membangun  sistem pengadaan    buku  sekolah  dalam  rangka  menjamin  semua  pelajar  dan guru  di  seluruh  Indonesia  dapat  memeroleh  buku  sekolah  yang  bermutu dengan  harga  terjangkau.  Setelah  lima  tahun  Pemerintah  telah menghasilkan  regulasi-regulasi  mengenai  standar,  penulisan,  penerbitan, distribusi, dan pemilihan buku. Di samping itu, program buku bermutu dan terjangkau  secara  nasional  telah  memberikan  perubahan  positif  dalam ketersedian buku pendidikan bermutu. Meskipun demikian masih terdapat kekurangan-kekurangan  yang  perlu  segera  dibenahi  untuk  tercapainya tujuan reformasi perbukuan tersebut.
Untuk  menyediakan  buku  teks bermutu kepada seluruh pelajar, di samping dilakukan dengan membantu penerbit-penerbit  swasta  melalui  penetapan  standar  dan  pemberian fasilitas  penilaian  secara  cuma-cuma,  pemerintah  juga  membeli  banyak hak  cipta  buku  dan  kemudian  memroses  dan  menggunggahnya  ke internet untuk kemudian dapat dicetak oleh  penerbit, pemerintah daerah, dan  lembaga-lembaga  pendidikan  secara  gratis.  Untuk  menjamin  bahwa para  murid  di  seluruh  Indonesia  dapat  memeroleh  buku  teks  yang bermutu, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan banyak langkah yang di antaranya adalah pengembangan naskah dan pengendalian mutu buku. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, khususnya dalam hal perbukuan, mensyaratkan bahwa bahwa buku-buku teks yang digunakan oleh siswa harus terlebih dahulu dinilai oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan  (BNSP).  Sejak  itu  Pemerintah  Republik  Indonesia,  dalam  hal ini  Departemen  Pendidikan  Nasional,  menjalankan  program  penilaian buku  teks  dengan  maksud  mengendalikan  mutu  buku-buku  teks  yang akan dipergunakan oleh para pelajar Indonesia.  Selanjutnya,  sebagai  upaya  pemerataan  kesempatan  memeroleh pendidikan  yang  layak,  Pemerintah  mengupayakan  terciptanya  harga buku  teks  yang  murah  dengan  cara  membeli  hak  cipta  buku-buku  teks pelajaran dari penulis atau penerbit untuk dipergunakan selama lima belas tahun. Berbagai pihak dipersilakan mencetak baik secara tunggal maupun masal  tanpa  harus  membayar  royalti  kepada  Pemerintah  selaku  pemilik hak  cipta.  Seperti diketahui, Pemerintah baru saja mengeluarkan Permendiknas No.2 Tahun 2008 tentang buku. Melalui permendiknas ini, Depdiknas akan membeli hak cipta dari penulis dan distribusinya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Depdiknas. Setidaknya Depdiknas mengalokasikan dana sebesar 20 miliar untuk pembelian hak cipta sebanyak 295 jilid buku.
Dalam memperjual belikan buku para penerbit  harus mematuhi harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan untuk setiap buku tersebut. Di  samping  menstandardisasi  mutu  dan  mengupayakan keterjangkauan harga, Pemerintah juga mengupayakan kemudahan akses terhadap buku-buku tersebut. Program Buku Murah yang dijalankan Departemen Pendidikan Nasional pada kurun 2005 – 2009 dimaksudkan menyediakan buku teks bermutu setiap mata pelajaran dan dapat diperoleh atau dijangkau oleh setiap guru dan murid di seluruh Indonesia dengan harga murah. Caranya sebagai berikut.
  1. Untuk menjamin mutu, Pemerintah menyelenggarakan penilaian terhadap buku-buku teks dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat.
  2. Untuk menjamin harga, Pemerintah membeli hak cipta buku-buku yang lolol penilaian (dinyatakan layak oleh Meteri) dan memersilakan semua pihak mencetak dalam jumlah besar maupun kecil secara gratis.
  3. Untuk menjamin akses, Pemerintah mengunggah (upload) buku-buku yang hak ciptanya telah dibeli ke laman internet.
  4. Untuk menjamin kedemokratisan, Pemerintah tidak memaksa penulis/penerbit menjual bukunya dan memersilakan peneribitannya tanpa campur tangan Pemerintah jika mereka menghendaki.
Buku-buku yang hak ciptanya telah dimiliki (dibeli) Pemerintah tersedia dalam tiga bentuk, yang semuanya dinamai Buku Sekolah Elektronik (BSE), yaitu: BSE Internet, BSE CD, dan BSE Cetak atau Buku Murah. Buku-buku teks yang lolos dalam penilaian tetapi tidak dijual kepada atau dibeli oleh Pemerintah diterbitkan hanya dalam bentuk cetakan di atas kertas (konvesional) dan disebut Buku Layak atau Buku Teks Layak. Keempat bentuk buku tersebut masing-masing dijelaskan sebagai berikut.
  1. BSE Internet adalah buku teks layak (bermutu) yang diunggah ke internet sengan maksud dapat diunduh oleh siapa pun baik untuk dibaca di computer maupun untuk dicetak dalam jumlah terbatas. Buku jenis ini disediakan untuk mengantisipasi keterbatasaan sediaan buku cetak di pasar. Sampai saat ini telah tersedia 940 judul BSE Internet yang dapat diakses oleh masyarakat.
  2. BSE CD adalah buku layak (bermutu) yang isinya sama-persis dengan BSE Internet namun disediakan dalam bentuk cakram padat (compact disk). BSE CD disediakan dengan maksud agar  percetakan, penerbit, Pemerintah Provinsi, Pemerintah kabupaten/Kota, dan pihak-pihak lain yang tergerak membantu penyediaan buku teks dapat menggandakannya baik dalam bentuk Buku Murah atau BSE Cetak maupun dalam bentuk data elektronik (ke dalam hard disk, flash disk, floppy disk, CD, dsb.) secara masal. Jumlah judul/jilid BSE CD sama persis dengan jumlah BSE Internet.
  3. BSE Cetak adalah buku teks layak (bermutu) yang isinya sama-persis dengan BSE Internet maupun BSE CD namun disediakan dalam bentuk cetakan di atas kertas dalam bentuk buku konvensional. Singkatnya, BSE Cetak adalah BSE CD yang dicetak. Karena hak ciptanya dimiliki Pemerintah, harga jual eceran tertingginya (HET-nya) ditentukan oleh Pemerintah. HET rata-rata BSE Cetak berkisar dari Rp 6.000,- sampai Rp 20.000,-. Karena harganya terjangkau, BSE Cetak juga disebut Buku Murah atau Buku Teks Murah. Setiap orang atau badan hukum di Indonesia diperbolehkan mencetaknya berapa pun jumlahnya (baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk dijual di pasar) namun harus mencantumkan beberapa hal yang dipersyaratkan, yaitu: (a) harga eceran tertinggi; (b) logo BSE; dan (3) keterangan bahwa hak cipta buku tersebut dimiliki oleh Pemerintah.
  4. Buku Layak atau Buku Teks Layak adalah buku yang telah lolos penilaian dan dinyatakan layak oleh Menteri namun hak ciptanyanya tidak dijual kepada atau dibeli oleh Pemerintah. Buku tersebut diperbanyak, didistribusikan, dan dijual kepada masyarakat oleh penerbit, distributor, dan toko buku secara mandiri. Pemerintah tidak ikut serta dalam proses penentuan harga jual buku-buku tersebut.
Namun,  upaya  yang  demikian  banyak  dilakukan  oleh  pemerintah tidak membuah hasil yang maksimal. Kenyataan di masyarakat yang telah diteliti  di  tiga  provinsi  yaitu,  DKI  Jakarta,  Sumatera  Barat,  NTT menyiratkan  bahwa  pemanfaatan  buku-buku  BSE  sebagai  buku penunjang  67  %,  dan  yang  menggunakan  sebagai  bahan  ajar  utama  33 %.  Hal  itu  menyiratkan  sebuah  kenyataan  bahwa  yang  banyak  terpakai sebagai  buku  ajar  utama  adalah  buku-buku  terbitan  swasta  yang  belum tentu  melewati  penilaian  BSNP.  Kenyataan  di  lapangan  ditemui  oleh peneliti Pemanfaatan Buku-buku BSE itu banyak buku yang tidak melalui penilaian  yang  terpakai  di  sekolah-sekolah.

Kunci Keberhasilan Penyediaan Buku Sekolah
Kebijakan buku BSE yang ada masih harus berhadapan dengan permasalahan lain yang sebenarnya harus dituntaskan terleih dahulu, jika ingin program ini dapat berjalan maksimal. Namun apa yang terjadi sejauh ini menunjukkan pemerintah masih terkesan setengah hati untuk mewujudkan keberhasilan penyediaan buku sekolah.

1. Perilaku umum guru dalam memilih buku pegangan.
Perilaku umum yang dilakukan guru-guru  memilih  buku sebagai  pegangannya  adalah  buku  yang  memuat  tulisan  sesuai  dengan KTSP 2006 di sampul buku tersebut, bukan pernyataan sudah dinilai oleh BSNP. Belum lagi jika mengkaitkan dengan data hasil investigasi Kelompok Independen Untuk Advokasi Buku (Kitab) di beberapa wilayah seperti Jakarta, Bekasi dan Depok menemukan jika banyak kepala sekolah yang belum paham tentang buku elektonik. Bahkan Fitri Sunarto selaku koordinator Kitab berani menjamin kalau sampai saat ini belum ada satu pun sekolah dasar yang menggunakan buku sekolah elektronik.
2. Problem Download dan Mirror Download Buku
Anggap saja masalah melek internet dan sarana tadi sudah selesai. Sekarang, problem bagi mereka yang melek internet pun tetap menghadang. Situs resmi buku elektronik tersebut ibarat satu pintu yang dimasuki oleh banyak orang. Maka, otomatis akan terjadi kemacetan. Lebih parah jalur keluarnya pun hanya satu, ini juga masalah tersendiri ketika para pelajar atau guru yang sudah duduk di depan komputer siap men-download. Tentu ini juga menjadi masalah. Baik bagi pendidik, pelajar, mau pun pemerintah. Buku Sekolah Elektronik (BSE) dari Depdiknas yang ada di situs resmi http://www.bse.depdiknas.go.id memang benar mempunyai lima server mirror yang disiapkan untuk mengatasi penumpukan para pengunduh dari seluruh Indonesia. Hanya saja, sekali lagi, pintu masuknya tetap saja melalui website BSE. Semuanya akan menumpuk di pintu masuk. Ada beberapa langkah yang sebenarnya bisa ditempuh jika tidak ingin lagi tersendat dalam mengunduh buku elektronik sekolah tersebut. Ini adalah tips bersama karena memang masalahnya adalah masalah bersama. Pemerintah pun seharusnya belajar lebih matang lagi dalam menyiapkan kebijakan yang berkaitan dengan masyarakat.
3. Perluas Jaringan Pustekom dan Fasilitas Offline
Pustekom pemerintah tidak ada salahnya memperluas mirroring dan merangkul beberapa kampus dan sejumlah instansi di daerah untuk memudahkan. Lalu lintas pengunduh buku akan diatur bersama. Server utama tetap ada di Depdiknas yang terdapat pada jaringan Pendidikan Nasional. Fasilitas offline tidak ada salahnya ditempuh Depdiknas. Intinya, berbagai materi Buku Sekolah Elektronik kemudian diformat ke dalam bentuk kepingan compact disc (CD). Selanjutnya, didistribusikan di dinas-dinas pendidikan seluruh Indonesia. Jadi, sekolah yang merasa kesulitan, bisa meminta CD tersebut.
4. Memperbaiki Kualitas dan Ketersediaan Judul Buku BSE
Materi isi buku dalam BSE dinilai masih kurang rinci dan lengkap jika dibandingkan dengan buku teks pelajaran dari penerbit yang biasa digunakan sekolah-sekolah selama ini, begitu komentar Suhirman, guru SMA Negeri 1 Kragan sebagaimana dikutip antarajateng.com. Sejak diresmikannya penggunaan BSE pada sekitar bulan Agustus 2008 hingga November 2008, dengan tidak melupakan bagaimana rumit dan sulitnya – seperti juga banyak dikeluhkan oleh pengunduh BSE baik yang dimuat di media cetak maupun yang berkomentar secara elektronik di internet – dan beberapa perubahan perbaikan pelayanan di http://bse.depdiknas.go.id,  telah tersedia sekitar 395 judul buku yang terdiri dari 95 judul buku untuk SD, 72 judul buku untuk SMP, 24 judul buku untuk SMA dan 204 judul buku untuk SMK.[3] Namun sangat disayangkan, ternyata komposisi buku BSE masih belum memperhatikan jenis-jenis mata pelajaran sebagaimana terdapat dalam kurikulum, khususnya buku SD/MI dan SMP/MTs. Dari sekian judul buku SD/MI dan SMP/MTs yang siap diunduh tidak ada yang membahas tentang pelajaran ketrampilan, kesenian, olahraga dan kesehatan. Sedangkan berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa mata pelajaran tersebut merupakan bagian dari paket mata pelajaran yang harus diajarkan tingkatan satuan pendidikan dasar dan menengah dalam rangka mencapai kompetensi lulusan minimal. Bahkan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai buku materi pelajaran di SMU baru diluncurkan kemudian. Belakangan menyusul, atas inisiatif bersama Ristek, Depkominfo dan Diknas, bertambah lagi satu koleksi BSE yaitu BSE TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk tingkat SMU.[4]
Nah, semoga saja saran tersebut bisa menjadi masukan bersama. Semua bertujuan baik, hanya saja selalu ada hal-hal yang menuntut untuk lebih matang dibicarakan.

Daftar Pustaka:
  1. http://abdul1manaf2marpaung.wordpress.com/2009/11/21/menguak-tabir-kebijakan-buku-sekolah/ diakses 6 Mei 2011
  2. Fernandez, Daniel. 2011. Survei Penggunaan Buku Teks Dari Penerbit Swasta  Non- BSE. Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka
  3. Depdiknas Harus Berjiwa Besar Akui Kegagalan. http://www.kompas.com/read/xml/2008/07/26/01091663/
  4. Empat Fomat Buku Teks Layak Pakai. http://semriwing.wordpress.com/bse/ diakses 6 Mei 2011
  5. http://bse.depdiknas.go.id
  6. http://id.wikipedia.org/wiki/Buku_Sekolah_Elektronik
  7. http://pakandri.blogspot.com/2008/11/menyikapi-secara-arif-buku-sekolah.html
  8. http://sawali.info/2008/06/27/buku-sekolah-elektronik-terobosan-yang-jitu-dan-visioner/
  9. http://sakobere.blogspot.com/2008/11/buku-sekolah-elektronik-murah-dan.html
  10. http://apakabarpsbg.wordpress.com/2008/07/03/buku-sekolah-elektronik/#comment-442
  11. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Sumber: http://hafismuaddab.wordpress.com/tag/penggunaan-buku-bse/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar