Jakarta–
Penggunaan buku sekolah elektronik (BSE) menjadi perdebatan. Bahkan,
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) sendiri belum melakukan evaluasi
BES setelah dua tahun program tersebut dimanfaatkan siswa untuk mengunduh buku
pelajaran secara online.
“Buku lawas
sebenarnya masih bisa digunakan, jika benar cara pengelolaannya," ujar
Wakil Mendiknas Fasli Jalal dalam diskusi Revitalisasi Konten Lokal dalam Bahan
Bacaan Anak di Istora Senayan, Jakarta, kemarin (7/7).
Fasli
mengakui, Kemendiknas memang belum melakukan evaluasi terhadap lebih dari 200
BSE yang telah dibeli hak ciptanya sejak 2008. Buku itu akan berlaku hingga 15
tahun mendatang. Belum lima tahun berlangsung sudah banyak permasalahan
terhadap BSE sendiri. ’’Ini sedang tahap evaluasi. Kami belum tahu kendala dan
solusinya di lapangan," paparnya.
Hanya,
lanjut Fasli, dengan BSE masyarakat bisa mengunduh buku sekolah apa pun yang
dibutuhkan siswa. Bahkan, pihaknya tidak melarang BSE itu digandakan dan
diperdagangkan dengan ketentuan tidak melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang
ditetapkan Kemendiknas.
Di samping
itu, Fasli mengungkapkan banyak juga buku yang tidak dirawat dengan baik oleh
sekolah. ’’Buku-buku itu sebenarnya perlu ada pengawasan," katanya.
Menurut
dia, memang perlu ada evaluasi terhadap buku-buku pelajaran dan nonpelajaran
yang tersimpan di perpustakaan sekolah. Biasanya, kata dia, yang menjadi
kendala bukan saja karena buku. ’’Tapi banyak juga sekolah yang belum memiliki
perpustakaan, sehingga siswa tidak tahu mau pergi ke mana untuk membaca buku
dengan nyaman," lanjutnya.
Sebab,
ujarnya, beban pembelian buku itu sudah diringankan dengan adanya bantuan
operasional sekolah (BOS) untuk buku. ’’Itulah gunanya BOS buku, biar dicetak
tetap bisa dibeli dengan harga murah dari alokasi uang BOS," jelasnya.
Sementara dengan diberlakukannya BSE tersebut, Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) merasa dipandang sebelah mata. Pasalnya saat BSE itu diluncurkan, pihaknya tak boleh lagi menerbitkan buku sekolah yang sudah dibeli hak ciptanya. ’’Ya kita terbitkan buku pengayaan saja," tandas ketua Ikapi Pusat Setia Dharma Madjid.
Setia
mengungkapkan sangat tidak efektif sistem BSE yang diberlakukan Kemendiknas
kini.
Menurutnya,
setelah pemerintah membeli hak cipta buku dan menyebarkannya secara elektronik
seharusnya tidak lagi menyuruh percetakan lain untuk menggandakannya dalam
bentuk buku.
’’Apakah tidak lebih efektif, setelah membeli hak cipta, pemerintah menggandakannya sendiri lalu membagikannya secara gratis," tegas Setia. (jpnn/rim)
’’Apakah tidak lebih efektif, setelah membeli hak cipta, pemerintah menggandakannya sendiri lalu membagikannya secara gratis," tegas Setia. (jpnn/rim)
Sumber: http://radarlampung.co.id/read/pendidikan/17919-buku-sekolah-elektronik-belum-efektif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar