Surat Kabar Harian “SINAR HARAPAN”,
terbit di Jakarta,
24 Juni 2009
MERATAKAN MANFAAT BUKU SEKOLAH
ELEKTRONIK
Oleh: Ki Supriyoko
Coba Anda buka situs
http://bse.depdiknas.go.id/ maka sajian pertama kali yang muncul adalah foto
dan sambutan Pak Bambang Sudibyo selaku menteri pendidikan nasional. Dalam
sambutannya beliau menyatakan pemerintah dengan penuh rasa gembira dan bangga
menyuguhkan sejumlah buku teks pelajaran layak-pakai yang hak ciptanya telah
dimiliki Departemen Pendidikan Nasional alias Depdiknas.
Suguhan buku-buku teks pelajaran
oleh pemerintah tersebut tersedia di situs Depdiknas yang diberi nama Situs
Buku Sekolah Elektronik yang disingkat BSE atau e-Book. Sekarang ini jumlah
keseluruhan buku teks pelajaran yang disuguhkan ada 407 judul buku yang semuanya
sudah dinilai kelayakannya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Jumlah ini tentu relatif besar, meskipun masih harus ditambah terus untuk
memenuhi keperluan pembelajaran di satu sisi serta tuntutan kemajuan ilmu dan
teknologi di sisi yang lain. Banyak kalangan guru dan siswa yang menyambut
gembira atas diluncurkannya e-book oleh Presiden SBY beberapa waktu yang lalu;
meskipun demikian banyak pula yang sedih tak dapat mengakses fasilitas
pemerintah ini dikarenakan berbagai keterbatasan, dan bahkan banyak pula yang
tidak mengikuti perkembangan pelayanan Depdiknas tersebut. Itulah heterogenitas
masyarakat kita.
Banyak Manfaat
Ketika saya bertemu Pak Bambang
selaku menteri pendidikan beliau menyatakan program e-book memberikan banyak
manfaat bagi masyarakat. Guru dan siswa dapat setiap saat men-down load atau
mengunduh suguhan buku teks pelajaran dari internet tanpa dikenakan beaya
sepeser pun alias gratis.
Efektivitas dan efisiensi
pendidikan akan terjaga. Satu hal lagi yang mungkin tak dibayangkan banyak
orang, program tersebut dapat menambah citra Indonesia di mata masyarakat dunia
karena kita mampu memanfaatkan teknologi untuk pendidikan secara tepat.
Banyaknya manfaat e-book atau
yang dikenal dengan Program Buku Murah memang tak terbantahkan. Guru dan siswa
dapat memperoleh buku teks yang dijamin kelayakannya oleh BSNP, memperoleh buku
“terbitan” baru, memperoleh banyak pilihan sesuai dengan minat dan
kepentingannya, dapat mengunduh suguhan buku di banyak tempat dan tidak
terbatas waktu, dan jangan lupa semua itu dapat diperoleh secara gratis. Ilustrasinya seorang siswa SMA/MA dalam satu
semester memerlukan 17 jenis buku sesuai dengan mata pelajaran dalam kurikulum.
Kalau setiap jenis diperlukan 2 judul buku maka ia memerlukan 34 judul buku.
Kalau setiap judul buku rata-rata harganya Rp 25.000,oo maka yang bersangkutan memerlukan
dana Rp 850.000,oo untuk pembelian buku teks pelajaran di dalam satu semester.
Angka ini tentu tidak terjangkau oleh banyak siswa kita dari kalangan ‘the have
not’ atau tidak berpunya.
Jalan keluarnya? Kalau tidak memiliki
fasilitas internet siswa tersebut dapat pergi ke warung internet (warnet)
berbekal uang Rp 5.000,oo (lima
ribu rupiah) untuk menyewa internet selama dua jam guna mengunduh ke-34 judul
buku yang diperlukan. Alhasil, dia cukup mengeluarkan uang kurang dari Rp
10.000,oo (sepuluh ribu rupiah) sudah bisa menikmati bukubuku teks pelajaran
yang diperlukan dengan memanfaatkan fasilitas e-book. Mau lebih murah lagi?
Tidak usah men-down load sendiri di internet tetapi ngopy buku-buku yang sudah
dimiliki oleh temannya. Cukup bermodalkan Rp 2.500,oo (dua ribu lima ratus rupiah) untuk
membeli CD kosong sudah cukup digunakan untuk memiliki buku yang diperlukan. Apakah
men-down load dan mengcopy buku-buku pelajaran tersebut tanpa ijin pengarang
atau penulisnya dapat dibenarkan? Dalam hal ini dapat dibenarkan karena hak
cipta atas buku tersebut sudah dibeli oleh Depdiknas dan menteri pendidikan
menyatakan buku-buku tersebut dapat digandakan, dicetak, difotokopi,
dialih-mediakan, dan/atau diperdagangkan oleh perseorangan, kelompok orang,
dan/atau badan hukum dalam rangka menjamin akses dan harga buku yang terjangkau
oleh masyarakat.
Gaungnya Melemah
Walau program e-book banyak
memberikan manfaat bagi sekolah, khususnya guru dan siswa namun harus diakui
bahwa program yang relative baru tersebut sekarang mulai melemah gaungnya. Mengapa
demikian? Karena di lapangan ditemui banyak kendala untuk menjalankan program
tersebut secara maksimal.
Kendala utama yang ditemui di
lapangan adalah banyaknya anggota masyarakat kita, khususnya guru dan siswa,
yang belum familiar dengan perangkat elektronik komputer dan internet. Di
sekolah sendiri banyak SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK yang belum memiliki
laboratorium komputer secara memadai. Sekolah seperti ini tidak saja terdapat
di luar Jawa tetapi di Jawa saja masih banyak yang mengalaminya. Sebagai akibat
dari itu semua maka banyak guru dan siswa SMA, MA dan SMK yang belum mengenal
komputer dan internet secara memadai, apalagi dengan siswa SMP dan MTs. Faktor
lain, banyak guru dan siswa kita yang lingkungannya memang masih asing dengan
perangkat elektronik tersebut. Siswa yang tinggal di daerah “remote” baik di
Jawa dan apalagi di luar Jawa banyak yang mengalami hal ini. Akibatnya mereka
tidak mungkin memanfaatkan program e-book yang dibanggakan oleh Depdiknas itu. Jadi,
program e-book cenderung dinikmati oleh guru dan siswa kita yang sekolahnya
telah memiliki laboratorium komputer secara memadai dan/atau yang tinggal di
daerah perkotaan dan daerah-daerah yang familiar dengan perangkat elektronik. Kendala tersebut sebaiknya sesegera mungkin diatasi
oleh pemerintah sebelum menimbulkan ketidak-adilan baru dalam pendidikan
!!!*****
BIODATA SINGKAT
Prof. Dr. Ki Supriyoko, S.D.U.,
M.Pd. adalah pamong Tamansiswa serta mantan sekretaris Komisi Nasional (Komnas)
Pendidikan Indonesia
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar